Oleh: AHMAD JAIS
- Pendahuluan
Dalam upaya menigkatkan derajat kesehatan masyarakat, khususnya di
kota-kota besar semakin meningkat pendirian rumah sakit (RS). Sebagai
akibat kualitas efluen limbah rumah sakit tidak memenuhi syarat. Limbah
rumah sakit dapat mencemari lingkungan penduduk di sekitar rumah sakit
dan dapat menimbulkan masalah kesehatan. Hal ini dikarenakan dalam
limbah rumah sakit dapat mengandung berbagai jasad renik penyebab
penyakit pada manusia termasuk demam typoid, kholera, disentri dan
hepatitis sehingga limbah harus diolah sebelum dibuang ke lingkungan
(BAPEDAL, 1999).
SAMPAH dan limbah rumah sakit adalah semua sampah dan limbah yang
dihasilkan oleh kegiatan rumah sakit dan kegiatan penunjang lainnya.
Secara umum sampah dan limbah rumah sakit dibagi dalam dua kelompok
besar, yaitu sampah atau limbah klinis dan non klinis baik padat maupun
cair. Bentuk limbah klinis bermacam-macam dan berdasarkan potensi yang
terkandung di dalamnya dapat dikelompokkan sebagai berikut :
- Limbah benda tajam adalah obyek atau alat yang memiliki
sudut tajam, sisi, ujung atau bagian menonjol yang dapat memotong atau
menusuk kulit seperti jarum hipodermik, perlengkapan intravena, pipet
pasteur, pecahan gelas, pisau bedah. Semua benda tajam ini memiliki
potensi bahaya dan dapat menyebabkan cedera melalui sobekan atau
tusukan. Benda-benda tajam yang terbuang mungkin terkontaminasi oleh
darah, cairan tubuh, bahan mikrobiologi, bahan beracun atau radio aktif.
- Limbah infeksius mencakup pengertian sebagai berikut:
Limbah yang berkaitan dengan pasien yang memerlukan isolasi penyakit
menular (perawatan intensif). Limbah laboratorium yang berkaitan dengan
pemeriksaan mikrobiologi dari poliklinik dan ruang perawatan/isolasi
penyakit menular. Limbah jaringan tubuh meliputi organ, anggota badan,
darah dan cairan tubuh, biasanya dihasilkan pada saat pembedahan atau
otopsi. Limbah sitotoksik adalah bahan yang terkontaminasi atau mungkin
terkontaminasi dengan obat sitotoksik selama peracikan, pengangkutan
atau tindakan terapi sitotoksik.Limbah farmasi ini dapat berasal dari
obat-obat kadaluwarsa, obat-obat yang terbuang karena batch yang tidak
memenuhi spesifikasi atau kemasan yang terkontaminasi, obat- obat yang
dibuang oleh pasien atau dibuang oleh masyarakat, obat-obat yang tidak
lagi diperlukan oleh institusi bersangkutan dan limbah yang dihasilkan
selama produksi obat- obatan.
- Limbah kimia adalah limbah yang dihasilkan dari penggunaan
bahan kimia dalam tindakan medis, veterinari, laboratorium, proses
sterilisasi, dan riset.
- Limbah radioaktif adalah bahan yang terkontaminasi dengan
radio isotop yang berasal dari penggunaan medis atau riset radio
nukleida.
(Arifin. M, 2008 ; (online).
Selain sampah klinis, dari kegiatan penunjang rumah sakit juga
menghasilkan sampah non klinis atau dapat disebut juga sampah non medis.
Sampah non medis ini bisa berasal dari kantor / administrasi kertas,
unit pelayanan (berupa karton, kaleng, botol), sampah dari ruang pasien,
sisa makanan buangan; sampah dapur (sisa pembungkus, sisa makanan/bahan
makanan, sayur dan lain-lain). Limbah cair yang dihasilkan rumah sakit
mempunyai karakteristik tertentu baik fisik, kimia dan biologi. Limbah
rumah sakit bisa mengandung bermacam-macam mikroorganisme, tergantung
pada jenis rumah sakit, tingkat pengolahan yang dilakukan sebelum
dibuang dan jenis sarana yang ada (laboratorium, klinik dll). Tentu saja
dari jenis-jenis mikroorganisme tersebut ada yang bersifat patogen.
Limbah rumah sakit seperti halnya limbah lain akan mengandung
bahan-bahan organik dan anorganik, yang tingkat kandungannya dapat
ditentukan dengan uji air kotor pada umumnya seperti BOD, COD, pH,
mikrobiologik, dan lain-lain. (Arifin. M, 2008 ; (online).
Pelayanan kesehatan dikembangkan dengan terus mendorong peranserta
aktif masyarakat termasuk dunia usaha. Usaha perbaikan kesehatan
masyarakat terus dikembangkan antara lain melalui pencegahan dan
pemberantasan penyakit menular, penyehatan lingkungan, perbaikan gizi,
penyediaan air bersih, penyuluhan kesehatan serta pelayanan kesehatan
ibu dan anak. Perlindungan terhadap bahaya pencemaran dari manapun juga
perlu diberikan perhatian khusus. Sehubungan dengan hal tersebut,
pengelolaan limbah rumah sakit yang merupakan bagian dari penyehatan
lingkungan dirumah sakit juga mempunyai tujuan untuk melindungi
masyarakat dari bahaya pencemaran lingkungan yang bersumber dari limbah
rumah sakit infeksi nosoknominal dilingkungan rumah sakit, perlu
diupayakan bersama oleh unsur-unsur yang terkait dengan penyelenggaraan
kegiatan pelayanan rumah sakit. Unsur-unsur tersebut meliputi antara
lain sebagai berikut :
- Pemrakarsa atau penanggung jawab rumah sakit
- Penanggung jasa pelayanan rumah sakit
- Para ahli pakar dan lembaga yang dapat memberikan saran-saran
- Para pengusaha dan swasta yang dapat menyediakan sarana fasilitas yang diperlukan.
(Depkes RI, 2002)
Pengelolaan limbah rumah sakit yang sudah lama diupayakan dengan
menyiapkan perangkat lunaknya yang berupa peraturan-peraturan,
pedoman-pedoman dan kebijakan-kebijakan yng mengatur pengelolaan dan
peningkatan kesehatan dilingkungan rumah sakit.
Disamping peraturan-peraturan tersebut secara bertahap dan
berkesinambungan Departemen Kesehatan terus mengupayakan dan
menyediakan dan untuk pembangunan insilasi pengelolaan limbah rumah
sakit melalui anggaran pembangunan maupun dari sumber bantuan dana
lainnya. Dengan demikian sampai saat ini sebagai rumah sakit pemerintah
telah dilengkapi dengan fasilitas pengelolaan limabah, meskipun perlu
untuk disempurnakan. Namun disadari bahwa pengelolaan limbah rumah sakit
masih perlu ditingkatkan permasyarakatan terutama dilingkungan
masyarakat rumah sakit. (Depkes RI, 1992).
- A. Permasalahan
Dalam profil kesehatan Indonesia, Departement Kesehatan, 1997
diungkapkan seluruh rumah sakit di Indonesia berjumlah 1090 dengan
121.996 tempat tidur. Hasil kajian terhadap 100 Rumah Sakit di Jawa dan
Bali menunjukkan bahwa rata-rata produksi sampah sebesar 3,2 kg
pertempat tidur perhari. Analisa lebih jauh menunjukkan produksi sampah (Limbah Padat)
berupa limbah domestic sebesar 76,8 persen dan berupa limbah infeksius
sebesar 23,2 persen. Diperkirakan secara nasional produksi sampah (Limbah Padat)
Rumah Sakit sebesar 376.089 ton per hari dan produksi air limbah
sebesar 48.985,70 ton per hari. Dari gambaran tersebut dapat dibayangkan
betapa besar potensi Rumah Sakit untuk mencemari lingkungan dan
kemungkinan menimbulkan kecelakaan serta penularan penyakit.
Rumah Sakit menghasilkan limbah dalam jumlah yang besar, beberapa
diantaranya membahayakan kesehatan dilingkungannya. Di negara maju,
jumlahnya diperkirakan 0,5-0,6 kg per tempat tidur rumah sakit perhari.
Pembuangan limbah yang berjumlah cukup besar ini paling baik jika
dilakukan dengan memilah-milah limbah kedalam kategori untuk
masing-masing jenis kategori diterapkan cara pembuangan limbah yang
berbeda. Prinsip umum pembuangan limbah rumah sakit adalah sejauh
mungkin menghindari resiko kontaminasi antrauma (Injuri)
(KLMNH, 1995).
Limbah Rumah Sakit mengandung bahan beracun berbahaya Rumah Sakit
tidak hanya menghasilkan limbah organik dan anorganik, tetapi juga
limbah infeksius yang mengandung bahan beracun berbahaya (B3). Dari
keseluruhan limbah rumah sakit, sekitar 10 sampai 15 persen diantaranya
merupakan limbah
infeksius yang mengandung logam berat, antara lain mercuri (Hg). Sebanyak 40 persen lainnya adalah limbah organik yang berasal dari makanan dan sisa makan, baik dari pasien dan keluarga pasien maupun dapur gizi. Selanjutnya, sisanya merupakan limbah anorganik dalam bentuk botol bekas infus dan plastik. Temuan ini merupakan
hasil penelitian Bapedalda Jabar bekerja sama dengan Departemen
Kesehatan RI, serta Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) selama tahun 1998 sampai tahun 1999. Keterbatasan dan mengakibatkan sampel yang diambil hanya dari dua rumah sakit di Jawa Barat, satu di rumah sakit pemerintah dan satunya lagi di rumah sakit swasta. Secara terpisah, mantan Ketua Wahana Lingkungan (Walhi) Jabar
Ikhwan Fauzi mengatakan, volume limbah infeksius dibeberapa rumah sakit bahkan melebihi jumlah yang ditemukan Bapedalda. Limbah infeksius ini lebih banyak ditemukan di beberapa rumah sakit umum, yang pemeliharaan lingkungannya kurang baik (Pristiyanto. D, 2000).
infeksius yang mengandung logam berat, antara lain mercuri (Hg). Sebanyak 40 persen lainnya adalah limbah organik yang berasal dari makanan dan sisa makan, baik dari pasien dan keluarga pasien maupun dapur gizi. Selanjutnya, sisanya merupakan limbah anorganik dalam bentuk botol bekas infus dan plastik. Temuan ini merupakan
hasil penelitian Bapedalda Jabar bekerja sama dengan Departemen
Kesehatan RI, serta Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) selama tahun 1998 sampai tahun 1999. Keterbatasan dan mengakibatkan sampel yang diambil hanya dari dua rumah sakit di Jawa Barat, satu di rumah sakit pemerintah dan satunya lagi di rumah sakit swasta. Secara terpisah, mantan Ketua Wahana Lingkungan (Walhi) Jabar
Ikhwan Fauzi mengatakan, volume limbah infeksius dibeberapa rumah sakit bahkan melebihi jumlah yang ditemukan Bapedalda. Limbah infeksius ini lebih banyak ditemukan di beberapa rumah sakit umum, yang pemeliharaan lingkungannya kurang baik (Pristiyanto. D, 2000).
Biasanya orang mengaitkan limbah B3 dengan industri. Siapa yang
menyangka ternyata dirumah sakitpun menghasilkan limbah berbahaya dari
limbah infeksius. Limbah infeksius berupa alat-alat kedokteran seperti
perban, salep, serta suntikan bekas (tidak termasuk tabung infus),
darah, dan sebagainya. Dalam penelitian itu, hampir di setiap tempat
sampah ditemukan bekas dan sisa makanan (limbah organik), limbah
infeksius, dan limbah organik berupa botol bekas infus. (Anonimous,
2009)
Limbah rumah sakit, khususnya limbah medis yang infeksius, belum
dikelola dengan baik. Sebagian besar pengelolaan limbah infeksius
disamakan dengan limbah medis noninfeksius. Selain itu, kerap bercampur
limbah medis dan nonmedis. Percampuran tersebut justru memperbesar
permasalahan limbah medis.
Kepala Pusat Sumber Daya Manusia dan Lingkungan Universitas Indonesia
Dr Setyo Sarwanto DEA mengutarakan hal itu kepada Pembaruan, Kamis
pekan lalu, di Jakarta. Ia mengatakan, rata-rata pengelolaan limbah
medis di rumah sakit belum dilakukan dengan benar. Limbah medis
memerlukan pengelolaan khusus yang berbeda dengan limbah nonmedis. Yang
termasuk limbah medis adalah limbah infeksius, limbah radiologi, limbah
sitotoksis, dan limbah laboratorium.
Limbah infeksius misalnya jaringan tubuh yang terinfeksi kuman.
Limbah jenis itu seharusnya dibakar, bukan dikubur, apalagi dibuang ke
septic tank. Pasalnya, tangki pembuangan seperti itu di Indonesia
sebagian besar tidak memenuhi syarat sebagai tempat pembuangan limbah.
Ironisnya, malah sebagian besar limbah rumah sakit dibuang ke tangki
pembuangan seperti itu.
Kenyataannya, banyak tangki pembuangan sebagai tempat pembuangan
limbah yang tidak memenuhi syarat. Hal itu akan menyebabkan pencemaran,
khususnya pada air tanah yang banyak dipergunakan masyarakat untuk
kebutuhan sehari-hari. Setyo menyebutkan, buruknya pengelolaan limbah
rumah sakit karena pengelolaan limbah belum menjadi syarat akreditasi
rumah sakit. Sedangkan peraturan proses pembungkusan limbah padat yang
diterbitkan Departemen Kesehatan pada 1992 pun sebagian besar tidak
dijalankan dengan benar.
- B. Jenis-jenis limbah
Jenis-jenis limbah rumah sakit meliputi bagian sebagai berikut ini :
- Limbah klinik
Limbah dihasilkan selama pelayanan pasien secara rutin pembedahan dan
di unit-unit resiko tinggi. Limbah ini mungkin berbahaya dan
mengakibatkan resiko tinggi infeksi kuman dan populasi umum dan staf
Rumah Sakit. Oleh karena itu perlu diberi label yang jelas sebagai
resiko tinggi. Contoh limbah jenis tersebut ialah perban atau
pembungkusyang kotor, cairan badan, anggota badan yang diamputasi,
jarum-jarum dan semprit bekas, kantung urine dan produk darah.
- Limbah patologi
Limbah ini juga dianggap beresiko tinggi dan sebaiknya diautoclaf
sebelum keluar dari unit patologi. Limbah tersebut harus diberi label
biohazard.
- Limbah bukan klinik
Limbah ini meliputi kertas-kertas pembungkus atau kantong dan plastik
yang tidak berkontak dengan cairan badan. Meskipun tidak menimbulkan
resiko sakit, limbah tersebut cukup merepotkan karena memerlukan tempat
yang besar untuk mengangkut dan menbuangnya.
- Limbah dapur
Limbah ini mencakup sisa-sisa makanan dan air kotor. Berbagai
serangga seperti kecoa, kutu dan hewan pengerat seperti tikus merupakan
gangguan bagi staf maupun pasien di Rumah Sakit.
- Limbah radioaktif
Walaupun limbah ini tidak menimbulkan persoalan pengendalian infeksi
di rumah sakit, pembuangan secara aman perlu diatur dengan baik.
Pemberian kode warna yang berbeda untuk masing-masing sangat membantu
pengelolaan limbah tersebut
(Prasojo. D, 2008).
Berikut adalah tabel yang menyajikan contoh sistem kondisifikasi limbah rumah sakit dengan menggunakan warna :
JENIS LIMBAH | WARNA |
Bangsal/Unit | |
Klinik | Kuning |
Bukan klinik | Hitam |
Kamar Cuci Rumah Sakit | |
Kotor/Terinfeksi | Merah |
Habis dipakai | Putih |
Dari kamar operasi | Hijau/Biru |
Dapur | |
Sarung tangan dengan warna yang berbeda untuk memasak dan membersihkan badan. |
Agar kebijakan kodifikasikan menggunakan warna dapat dilaksanakan
dengan baik, tempat limbah diseluruh rumh sakit harus memiliki warna
yang sesuai, sehingga limbah dapat dipisah-pisahkan ditempat sumbernya.
- Bangsal harus memiliki dua macam tempat limbah dengan dua warna, satu untuk limbah klinik dan yang lain untuk bukan klinik
- Semua limbah dari kantor, biasanya berupa alat-alat tulis dianggap sebagai limbah klinik
- Semua limbah yang keluar dari unit patologi harus dianggap sebagai limbah klinik dan perlu dinyatakan aman sebelum dibuang (Depkes RI, 1992).
- C. Pengelolaan limbah
Pengolahan limbah RS Pengelolaan limbah RS dilakukan dengan berbagai
cara. Yang diutamakan adalah sterilisasi, yakni berupa pengurangan
(reduce) dalam volume, penggunaan kembali (reuse) dengan sterilisasi
lebih dulu, daur ulang (recycle), dan pengolahan (treatment) (Slamet
Riyadi, 2000).
Berikut adalah beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam
merumuskan kebijakan kodifikasi dengan warna yang menyangkut hal-hal
berikut :
- Pemisahan Limbah
- Limbah harus dipisahkan dari sumbernya
- Semua limbah beresiko tinggi hendaknya diberi label jelas
- Perlu digunakan kantung plastik dengan warna-warna yang berbeda
yang menunjukkan kemana kantong plastik harus diangkut untuk insinerasi
aau dibuang (Koesno Putranto. H, 1995).
- Penyimpanan Limbah
Dibeberapa Negara kantung plastik cukup mahal sehingga sebagai gantinya dapat digunkanan kantung kertas yang tahan bocor (dibuat secara lokal sehingga dapat diperloleh dengan mudah)
kantung kertas ini dapat ditempeli dengan strip berwarna, kemudian
ditempatkan ditong dengan kode warna dibangsal dan unit-unit lain.
- Penanganan Limbah
- Kantung-kantung dengan warna harus dibuang jika telah terisi 2/3
bagian. Kemudian diikiat bagian atasnya dan diberik label yang jelas
- Kantung harus diangkut dengan memegang lehernya, sehingga jika
dibawa mengayun menjauhi badan, dan diletakkan ditempat-tempat tertentu
untuk dikumpulkan
- Petugas pengumpul limbah harus memastikan kantung-kantung dengan
warna yang sama telah dijadikan satu dan dikirimkan ketempat yang sesuai
- Kantung harus disimpan pada kotak-kotak yang kedap terhadap kutu dan hewan perusak sebelum diangkut ketempat pembuangan.
- Pengangkutan limbah
Kantung limbah dipisahkan dan sekaligus dipisahkan menurut kode
warnanya. Limbah bagian bukan klinik misalnya dibawa kekompaktor, limbah
bagian Klinik dibawa keinsenerator. Pengangkutan dengan kendaraan
khusus (mungkin ada kerjasama dengan dinas pekerja umum) kendaraan yang digunakan untuk mengangkut limbah tersebut sebaiknya dikosongkan dan dibersihkan setiap hari, jika perlu (misalnya bila ada kebocoran kantung limbah) dibersihkan dengan menggunakan larutan klorin.
- Pembuangan limbah
Setelah dimanfaatkan dengan konpaktor, limbah bukan klinik dapat dibuang ditempat penimbunan sampah (Land-fill site), limbah klinik harus dibakar (insenerasi),
jika tidak mungkin harus ditimbun dengan kapur dan ditanam limbah dapur
sebaiknya dibuang pada hari yang sama sehingga tidak sampai membusuk.
(Bambang Heruhadi, 2000).
Rumah sakit yang besar mungkin mampu memberli inserator sendiri,
insinerator berukuran kecil atau menengah dapat membakar pada suhu
1300-1500 ÂșC atau lebih tinggi dan mungkin dapat mendaur ulang sampai
60% panas yang dihasilkan untuk kebutuhan energi rumah sakit. Suatu
rumah sakit dapat pula mempertoleh penghasilan tambahan dengan melayani
insinerasi limbah rumah sakit yang berasal dari rumah sakit yang lain.
Insinerator modern yang baik tentu saja memiliki beberapa keuntungan
antara lain kemampuannya menampung limbah klinik maupun limbah bukan
klinik, termasuk benda tajam dan produk farmasi yang tidak terpakai
lagi.
Jika fasilitas insinerasi tidak tersedia, limbah klinik dapat ditimbun dengan kapur dan ditanam. Langkah-langkah pengapuran (Liming) tersebut meliputi sebagai berikut :
- Menggali lubang, dengan kedalaman sekitar 2,5 meter
- Tebarkan limbah klinik didasar lubang samapi setinggi 75 cm
- Tambahkan lapisan kapur
- Lapisan limbah yang ditimbun lapisan kapur masih bisa ditanamkan samapai ketinggian 0,5 meter dibawah permukaan tanah
- Akhirnya lubang tersebut harus ditutup dengan tanah
(Setyo Sarwanto, 2003).
Perlu diingat, bahan yang tidak dapat dicerna secara biologi (nonbiodegradable),
misalnya kantung plastik tidak perlu ikut ditimbun. Oleh karenanya
limbah yang ditimbun dengan kapur ini dibungkus kertas. Limbah-limbah
tajam harus ditanam.
Limbah bukan klinik tidak usah ditimbun dengan kapur dan mungkin
ditangani oleh DPU atau kontraktor swasta dan dibuang ditempat
tersendiri atau tempat pembuangan sampah umum. Limbah klinik, jarum,
semprit tidak boleh dibuang pada tempat pembuangan samapah umum.
Semua petugas yang menangani limbah klinik perlu dilatih secara
memadai dan mengetahui langkah-langkah apa yang harus dilakukan jika
mengalami inokulasi atau kontaminasi badan. Semua petugas harus
menggunakan pakaian pelindung yang memadai, imunisasi terhadap hepatitis
B sangat dianjurkan dan catatan mengenai imunisasi tersebut sebaiknya
tersimpan dibagian kesehatan kerja (Moersidik. S.S, 1995).
Melihat karakteristik dan dampak-dampak yang dapat ditimbulkan oleh buangan/limbah rumah sakit seperti tersebut diatas, maka konsep pengelolaan lingkungan sebagai sebuah sistem dengan berbagai proses manajemen didalamnya yang dikenal sebagai Sistem Manajemen Lingkungan rumah sakit yang perlu diterapkan. Dengan pendekatan sistem tersebut, pengelolaan lingkungan itu sendiri adalah suatu usaha untuk meningkatkan kualitas dengan menghasilkan limbah yang ramah lingkungan dan aman bagi masyarakat sekitar. Keterlibatan pemerintah yang memiliki badan yang menangani dampak lingkungan, pihak manajemen puncak rumah sakit dan lembaga kemasyarakatan merupakan kunci keberhasilan untuk melindungi masyarakat dari dampak buangan / limbah rumah sakit ini (Mentri Negara Lingkungan Hidup, 2004).
- D. Kesimpulan dan Saran
Kegiatan rumah sakit yang sangat kompleks tidak saja memberikan
dampak positif bagi masyarakat sekitarnya tetapi juga mungkin dampak
negatif itu berupa cemaran akibat proses kegiatan maupun limbah yang
dibuang tanpa pengelolaan yang benar. Pengelolaan limbah rumah sakit
yang tidak baik akan memicu resiko terjadinya kecelakaan kerja dan
penularan penyakit dari pasien ke pasien yang lain maupun dari dan
kepada masyarakat pengunjung rumah sakit. Oleh kerna itu untuk menjamin
keselamatan dan kesehatan tenaga kerja maupun orang lain yang berada
dilingkungan rumah sakit dan sekitarnya perlu kebijakan sesuai manajemen
keselamatan dan kesehatan kerja dengan melaksanakan kegiatan
pengelolaan dan monitoring limbah rumah sakit sebagai salah satu
indikator penting yang perlu diperhatikan.
Rumah sakit sebagai institusi yang sosial ekonominya kerena tugasnya
memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat tidak terlepas dari
tanggung jawab pengelolaan limbah yang ditimbulkan.
DAFTAR PUSTAKA
BAPEDAL. 1999. Peraturan tentang Pengendalian Dampak Lingkungan.
Arifin.M, 2008, Pengaruh Limbah Rumah Sakit Terhadap Kesehatan. FKUI
Depkes RI. 2002. Pedoman Umum Hygene Sarana dan Bangunan Umum.
Departemen Kesehatan RI. 1992. Peraturan Proses Pembungkusan Limbah Padat.
Departement Kesehatan RI. 1997. Profil Kesehatan Indonesia.
Pristiyanto, Djuni. 2000. Limbah Rumah Sakit Mengandung Bahan Beracun Berbahaya.
Anonimous. 2009. Limbah. Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Sarwanto, Setyo. 2009. Limbah Rumah Sakit Belu Dikelolah Dengan Baik. Jakarta : UI Departemen Kesehatan Republik Indonesia 1995. Pedoman Teknik Analisa Mengenai dampak Lingkungan Rumah Sakit.
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Kep. 58/Menlh/12/1995 Tentang Baku Mutu Kegiatan Rumah Sakit.
Kusnoputranto, H. 1993. Kualitas Limbah Rumah Sakit dan Dampaknya terhadap lingkungan dan kesehatan dalam Seminar Rumah Sakit. Pusat Penelitian Sumberdaya Manusia dan Lingkungan, Universitas Indonesia Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1993. Mikrobiologi Kedokteran
Kusnoputranto, H. 1995. Bahan Toksik di Air dalam Toksikologi Lingkungan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
Prasojo, D. 2008. Produk Kreatif Dari Limbah RS Buat Anak-anak Tetapi Mengandung Maut. KARS-FKMUI.
Slamet Riyadi. 2000. Loka Karya Alternatif Ekologi Pengelolaan Sanitasi dan Sampah. Alkatiri, S. 2009. Efektivitas Hasil Pengelolan Air Limbah Rumah Sakit. UnAir.
Moersidik, S.S. 1995, Pengelolaan Limbah Teknologi Pengelolaan Limbah Rumah Sakit dalam Sanitasi Rumah Sakit, Pusat Penelitian Kesehatan Lembaga Penelitian Universitas Indonesia. Depok.
Mentri Negara Lingkungan Hidup. 2004. Kajian Dampak Lingkungan.
Artikel yang sangat menarik
BalasHapusterimakasih
kunjungi juga blog kami Disini
Artikel yang sangat menarik
BalasHapusterimakasih
kunjungi juga blog kami Disini